Membaca adalah
keterampilan dasar yang diajarkan ketika kita mau masuk SD. Membaca juga
memiliki banyak kegunaaan seperti memperluas daya pikir, melatih keterampilan
analisis, menambah wawasan, dsb (Sumber : http://sibopaksara.kemdikbud.go.id/artikel-detail/apa-sih-manfaat-membaca). Sayangnya begitu banyak manfaat
yang kita peroleh dengan membaca namun peringkat literasi mayarakat Indonesia
masih rendah. Menurut data OECD 2019 Indonesia hanya menempati rangking 62 dari
70 negara. Padahal kemajuan suatu bangsa tergantung dari luasnya pengetahuan
dan daya berpikir kritis masyarakatnya. Padahal kita memiliki potensi SDM yang
besar sekitar 270 juta jiwa penduduk. Sangat disayangkan jika kita memiliki
potensi besar namun tidak dimanfatkan sebaik-baiknya.
Menumbuhkan minat membaca
harusnya dipupuk sejak dini. Hal itu seharusnya dimulai dari orang tua yang membiasakan
diri membacakan dongeng untuk anaknya, menyediakan anggaran khusus untuk membeli
buku favorit anak, ajarkan anak meluangkan waktu membaca buku setidaknya 1 buku
per hari setelah anak benar-benar menyukai kegiatan membaca buku favoritnya
kenalkan anak pada buku pengetahuan seperti ensiklopedia. Selain itu perlu
ditelusuri juga alasan orang Indonesia malas membaca karena jika kita tahu
penyebabnya maka akan lebih gampang mencari solusinya. Berikut ini ada beberapa
alasan yang saya tahu menjadi penyebab orang Indonesia malas membaca antara
lain timbulnya generasi instan yang lebih suka melihat sinopsis daripada
membaca, mempunyai banyak gadget,
harga buku mahal untuk kalangan ekonomi menengah ke bawah. Untuk masalah
terakhir solusi paling tepat adalah memperbanyak jumlah taman bacaan di
lingkungan sekitar.
Mengapa saya bilang
memperbanyak taman bacaan? Hal ini disebabkan jika kita ingin menyaingi orang
Jepang dalam hal literasi kita harus memperbanyak jumlah taman bacaan bahkan
jika diperlukan setiap RT dan RW dalam satu kota memiliki taman bacaan karena
selama ini jumlah taman bacaan masih terbatas dalam satu kota. Jika ingin taman
bacaan tepat sasaran sekaligus disukai generasi muda maka diperlukan kerjasama
antara masyarakat dan pemerintah. Ide ini terlihat ambisius karena memerlukan
anggaran yang sangat besar. Namun apa salahnya anggaran yang besar jika
tujuannya adalah kebaikan bagi bangsa dan negara?
Langkah awal yang bisa
dilakukan pemerintah adalah pemetaan kebutuhan taman bacaan di seluruh wilayah Indonesia.
Selanjutnya tim pusat dan daerah menyusun bagaimana konsep taman bacaan yang ideal.
Menurut saya taman bacaan masyarakat apalagi untuk menarik minat generasi muda seharusnya
tidak memberi aturan yang rumit. Taman bacaan yang ideal harusnya memiliki
ruang koleksi dan membaca. Jika mereka sedang bosan membaca, mereka bisa pergi
ke fasilitas bermain, ada pusat jajanan, dan fasilitas wifi gratis setiap akhir
pekan. Jika pengurus merasa mampu, bisa membayar influencer atau selebriti yang terkenal di kalangan remaja dan
anak-anak sebagai bintang tamu ikon taman bacaan dengan tujuan mereka lebih
tertarik dengan kegiatan membaca.
Namun mengingat perbedaan
geografis, budaya, dan distribusi buku yang tidak merata antara pulau Jawa dan
luar Jawa. Maka taman bacaan masyarakat yang ideal versi saya belum tentu
menjadi ideal di daerah lain. Belum lagi tantangan eksternal lainnya yang
lainnya di tengah kemajuan teknologi sekarang ini. Mengenai anggaran
pembangunan taman bacaan, saya sarankan pemakaian DAU disertai pengawasan
pemerintah pusat dan daerah agar tidak terjadi penyimpangan.
Sejatinya minat baca
seharusnya berasal dari diri sendiri untuk haus mencari ilmu pengetahuan, orang
tua yang melek akan manfaat membaca daripada mencekoki anaknya dengan gadget canggih, relawan atau mahasiswa
yang telaten memberi penyuluhan kepada masyarakat agar lebih memilih buku
dibanding smartphone serta tidak lupa
peran pemerintah dalam menyediakan taman bacaan yang menarik minat masyarakat
terutama anak dan remaja dan mampu bersaing dengan kecanggihan teknologi.
Memperbanyak kuantitas
taman bacaan masyarakat di seluruh Indonesia berarti dibutuhkan alokasi dana
yang lebih besar. Ide ini memang mengandung resiko tinggi akan tetapi hal ini
perlu dicoba. Namun patut diingat tidak ada keberhasilan instan. Jika ingin generasi
muda Indonesia memiliki minat baca tinggi dan SDM yang unggul dibutuhkan
setidaknya 20 hingga 30 tahun untuk mencapai tujuan itu.